Rabu, 04 Juli 2012

SEKS perlu Buat ANAK

Dorongan seks, sejalan dengan fungsinya sebagai sarana reproduksi, merupakan fitrah manusia. 

Ia akan tumbuh dan berkembang pada waktunya seiring dengan kematangan usia fisik dan psikisnya. 

Tapi, bagaimana jika ada anak seumur jagung ‘matang’ sebelum waktunya sehingga fasih bicara soal seks? 

Tabukah bicara seks pada anak?
Dalam sebuah penelitian di lapangan, team konselor Yayasan Kita dan Buah Hati – sebuah LSM pemerhati masalah anak dan keluarga; diketuai oleh Hj. Ely Risman, Psi.- mengungkap kasus anak kelas 5 dan 6 sebuah SD Negeri menonton VCD porno bersama-sama, kemudian melakukan masturbasi bersama-sama pula. 
Temuan lain, ternyata anak-anak itu pun tahu dimana mendapatkan VCD porno, berapa harganya, model dan gaya apa yang bagus!

Jangan heran pula, ketika digali lebih dalam, keluar beragam pertanyaan seputar seks yang bisa membuat kita geleng-geleng kepala. 
“Kalau anak perempuan biasanya polos. Mereka lebih concern pada masalah menstruasi, haid, keputihan. Kalau yang laki-laki aktif mencari informasi, aktif mendapatkan media-media, VCD porno dan majalah komik. Ada yang udah nanya: 
          Kak, kalau payudara perempuan dipegang-pegang, itu kan yang tengah-tengahnya ada hitam-hitam, itu bisa pecah, nggak, ya? 
         Kenapa anu saya tegang kalau melihat perempuan seksi…? 
Coba, meraka bisa bertanya itu…,” cerita Ika Pambajeng, Psi, konselor pada Yayasan Kita dan Buah Hati, mengungkap pengalamannya menangani pelatihan masalah seksualitas pada anak-anak SD. 
Menurut dia, pertanyaan diatas mengindisikasikan bahwa si anak sudah biasa melihat hal tersebut, karena pertanyaan anak sudah menganalisa. Kasus lain, papar Ika,  
“Anak laki-laki mbukain rok anak perempuan, narikin BH-nya. Buat mereka kayaknya bercanda, ya menyenangkan. Tapi, tanpa disadari mereka terangsang, loh. Lihat paha mulus, terus lihat badan yang mulai berbentuk, terus anak perempuan kalau digodain jerit-jerit centil gitu, kan. Walaupun awalnya tujuannya bukan itu.

"Beberapa waktu lalu, tayangan berita di TV mengungkap kasus perkosaan yang dilakukan anak usia 7 tahun pada anak 5 tahun. Belum lagi kasus sodomi di kalangan anak-anak jalanan dan kasus penyimpangan perilaku seks lain. Apa sebenarnya yang tengah terjadi? Menurut Sri W. Rahmawati, Psi, konsultan psikologi pada SDIT Nurul Fikri, Cimanggis, Depok, awalnya itu berangkat dari rasa ingin tahu anak, keinginannya untuk eksplorasi, keinginannya untuk mencoba, setelah ia mendapatkan atau melihat adanya stimulus berupa gambar-gambar, misalnya. “Ketika anak-anak melakukan segala sesuatu itu, sebetulnya belum dengan dorongan tertentu, bukan ke arah seksual, tapi dia nyoba fungsi tubuhnya.

Cuma kalau dia tidak mendapatkan pengarahan yang tepat, akhirnya dia menganggap ini sebagai sesuatu enak atau apa.Kemudian dia mencoba mengulangi lagi.”Serbuan media Vs Orangtua tabuSebagian orangtua ada yang menganggap kasus-kasus di atas sebagai ‘kecelakaan peradaban’ yang tidak perlu ditanggapi serius. Berapa banyak sih anak-anak yang seperti itu; buktinya anak saya baik-baik saja, itu kan cuma kasus kecil yang tidak perlu didramatisir… Pandangan tersebut mungkin ada benarnya, tapi bukan berarti kita tidak perlu peduli. Ingatlah, fenomena gunung es kasus narkoba, kasus AIDS dsbnya. Terlebih, tayangan seputar seks lewat media demikian gencar, mudah dan murah.

Dan sebagaimana diakui oleh banyak kalangan, tayangan media, baik cetak mau pun elektronik, memberi kontribusi yang signifikan terhadap munculnya fenomena kematangan seksual sebelum waktunya. Media seolah menjadi guru yang baik, tidak rewel dan setia bagi anak-anak dalam penyebaran informasi seputar seks. Ini dakui oleh Rahmawati yang menilai tayangan untuk anak pun, semisal film kartun Popeye, tidak luput menyelipkan adegan-adegan seputar seks. Awalnya mungkin anak tidak mengerti, tapi kalau terus-menerus melihat, akhirnya muncul rasa ingin tahu, katanya.

Ditambah pula kondisi gizi yang baik pada anak-anak sekarang membuat terjadinya percepatan kematangan fisik, termasuk organ seksual. “Sekarang ini, anak kelas empat SD sudah bongsor, sudah dapat haid.”Kenyataan ini bertabrakan dengan realita lain yaitu: kebanyakan orangtua belum siap dan belum menyadari perlunya penyampaian informasi yang benar, sehat dan lurus tentang masalah seks pada anak. Umumnya orangtua masih menganggap tabu bicara soal seks pada anak.

Pertanyaan, pernyataan dan sikap anak terhadap seks seringkali diberangus dengan kata-kata tidak perlu ditanya, belum waktunya, nanti kamu mengerti sendiri dan jangan bicarakan masalah itu, saru! Wajar, kata Ika, jika kemudian anak lebih suka mencari informasi lewat media atau lewat teman yang tidak akan membuatnya dimarahi atau dicemooh. “Jangan salah, saat anak nggak percaya sama orang tua, dia akan cari tempat lain. Dari pada susah-susah dimarahin sama orang tua, main internet aja, murah, sejam paling lima ribu. Nabung apa patungan sama temannya….” Jika ini terjadi, orangtua akan kehilangan aset anak yang amat berharga, tandas Ika.

Pendidikan seksual pada anak Apa yang dapat dilakukan orangtua? Perlukah memberikan pendidikan seks? Ika Pambajeng menilai, penting memberikan pendidikan seksualitas –bedakan dengan pendidikan seks, katanya- pada anak. Kerangka yang dibangun, ujarnya, adalah berangkat dari motivasi membentuk kebiasaan atau perilaku seks yang benar, sehat dan lurus sejak dini. “Berbeda dengan ala barat yang sekedar safe sex (seks aman); pakai kondom, jangan hamil dan bebas AIDS.”

Menurut Ika, perilaku seksualitas yang ingin dibentuk, misalnya, kalau laki-laki ekspresikan diri sebagai laki-laki, kalau perempuan ekspresikan diri sebagai perempuan. Termasuk mempersiapkan masa pra baligh, “misalnya, yang perempuan harus mulai berhijab, kalau udah mens nggak boleh centil-centil, duduknya nggak boleh sembarangan.” Masih kata Ika, pendidikan seksual juga dimaksudkan agar anak memiliki imunitas tinggi terhadap segala perilaku yang salah, bukan steril atau tidak paham sama sekali. Misalnya, jangan sampai karena informasi yang salah, anak masih kelas 1 atau kelas 2, karena ngga sengaja megang, dianggap pacaran.

Bahkan, cerita Ika, ada anak perempuan masih kecil yang malu ketemu bapaknyaSependapat dengan Ika, Rahmawati berpendapat bahwa pendidikan seksual pada anak lebih diarahkan pada pengenalan fungsinya sebagai penerus keturunan yang mekanisme detailnya telah diatur oleh ajaran agama. Penyampaiannya, kata dia, dilakukan secara sederhana, logis dan tetap terkait dengan penyampaian pendidikan keimanan dan akhlak, jangan berdiri sendiri. Karena itu, kata dia, orangtua sekarang harus berpikir antisipatif dan mempersiapkan diri; bagaimana dan apa yang harus dilakukan jika misalnya anak bertanya lebih cepat dari usianya.

Menurut Ika, orangtua perlu banyak membaca, berdiskusi, mengikuti pelatihan atau workshop untuk menambah wawasannya tentang bagaimana mempersiapkan anak menuju masa kematangan seksual yang wajar. Namun, bukan cuma wawasan, tapi juga rasa percaya diri dalam menjelaskan informasi yang benar pada anak. “Tidak perlu malu dan jengah untuk memanfaatkan beragam kesempatan emas yang terjadi di alam ini sebagai sarana atau alat bantu yang memudahkan penjelasan kita pada anak.” Bahkan, seandainya orangtua belum tahu atau belum bisa menjawab pertanyaan anak, katakan terus terang dan ajaklah anak untuk, misalnya, bertanya pada dokter atau ahlinya. “Itu kan mengajarkan kebesaran jiwa juga, bahwa orang tua itu bukan problem solver, bukan tahu segalanya, tapi punya kebesaran hati untuk mencari tahu bersama-sama,” kata Ika.

Sebagai penutup, Rahmawati menandaskan bahwa memberikan pendidikan seksual yang benar adalah tanggungjawab orangtua sebagai bagian dari tanggungjawab pendidikan anak secara keseluruhan.

 
Sumber : Majalah Ummi Online 
(Dicopy paste Oleh Puji Wahyuninhsih, tanpa perubahan apapun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar Anda dikolom bawah ini.
Jangan sisipkan link aktif apapun. Komentar yang relevan dan bijak mencerminkan intelektualitas anda.
Terima kasih karena anda sudah mau menjadi Kaum Disini Konslet.

Salam Kreativitas tanpa Batas... MERDEKA!!!

Next previous home

Orang Awam, Mari Berbagi